Nyata Nyata Fakta – Penangkapan mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, oleh International Criminal Court (ICC) merupakan upaya dalam menegakkan keadilan bagi ribuan korban yang tewas dalam perang narkoba selama masa pemerintahannya. Duterte ditangkap di Manila dan dibawa ke Belanda untuk menghadapi tuntutan kejahatan terhadap kemanusiaan yang telah lama diselidiki oleh ICC.
Sejak menjabat sebagai Presiden Filipina pada tahun 2016, Duterte melancarkan kampanye anti-narkoba yang kontroversial, yang disebut sebagai “perang terhadap narkoba.” Kampanye ini menyebabkan ribuan kematian akibat eksekusi tanpa pengadilan oleh aparat kepolisian maupun kelompok vigilante.
Menurut laporan organisasi hak asasi manusia, jumlah korban jiwa diperkirakan mencapai 30.000 orang, banyak di antaranya merupakan masyarakat miskin yang dituduh terlibat dalam penyalahgunaan narkoba tanpa bukti yang jelas. Kematian tanpa proses peradilan inilah yang menjadi dasar bagi ICC untuk menuntut Duterte atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
“Baca Juga: Aksi Kemanusiaan Relawan Adipati: Kegiatan Rutin Bagi Takjil di Bulan Puasa”
Pada tahun 2019, Duterte menarik Filipina dari Statuta Roma, perjanjian yang mendirikan ICC. Namun, pengadilan menegaskan bahwa mereka tetap memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang dilakukan sebelum Filipina secara resmi meninggalkan ICC.
Penyelidikan terhadap Duterte dimulai pada tahun 2021, setelah ICC menerima laporan dari berbagai kelompok HAM dan keluarga korban. Investigasi menemukan cukup bukti untuk menerbitkan surat perintah penangkapan, yang akhirnya berujung pada penahanan mantan presiden tersebut.
Penangkapan Rodrigo Duterte memicu reaksi yang beragam di Filipina dan dunia internasional:
Setelah ditahan, Duterte akan menghadapi proses hukum di Den Haag, Belanda, di mana ICC berbasis. Langkah pertama yang akan dilakukan adalah sidang awal, di mana pengadilan akan memeriksa bukti yang diajukan oleh jaksa dan menentukan apakah kasus dapat dilanjutkan ke persidangan penuh.
Jika terbukti bersalah, Duterte dapat dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas kejahatan terhadap kemanusiaan. ICC tidak menerapkan hukuman mati, tetapi vonis yang dijatuhkan dapat mencerminkan beratnya kejahatan yang dilakukan.
Penahanan Duterte oleh ICC memiliki berbagai implikasi bagi Filipina, baik dari sisi hukum, politik, maupun sosial:
“Baca Juga: Panduan Praktis Lapor SPT Tahunan Secara Online dengan e-Filing”
Kasus Duterte di ICC bukan hanya tentang seorang mantan presiden, tetapi juga tentang keadilan bagi ribuan korban perang narkoba di Filipina. Langkah ini diharapkan menjadi preseden bagi upaya menuntut pertanggungjawaban pemimpin negara yang melakukan pelanggaran HAM berat.
Masyarakat internasional kini menunggu hasil persidangan yang akan menentukan apakah Duterte akan menghadapi hukuman atau ada kemungkinan untuk pembelaan dari pihaknya. Apa pun hasilnya, kasus ini telah membuka mata dunia tentang pentingnya supremasi hukum dalam melawan kejahatan negara terhadap rakyatnya.