Nyata Nyata Fakta – Malam yang seharusnya menjadi perjalanan rutin melintasi Selat Bali berubah menjadi tragedi memilukan. Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya, yang membawa puluhan penumpang dan kendaraan, tenggelam dalam hitungan menit setelah mengalami gangguan mesin dan kemasukan air. Kejadian ini terjadi pada Rabu malam, 3 Juli 2024, dan telah mengakibatkan sedikitnya empat korban jiwa. Serta puluhan orang lainnya yang masih dinyatakan hilang dalam tragedi di Selat Bali.
Peristiwa ini kembali mengingatkan publik pada rapuhnya sistem keselamatan transportasi laut yang masih menjadi pekerjaan rumah serius di tanah air. Khususnya di jalur-jalur penyeberangan vital seperti Selat Bali.
KMP Tunu Pratama Jaya berangkat dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, sekitar pukul 22.56 WIB, menuju Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Di atas kapal, terdapat total 65 orang, terdiri dari 53 penumpang dan 12 awak, serta 22 unit kendaraan termasuk truk dan mobil pribadi.
Sekitar 30 menit setelah berlayar, kapal mulai mengalami masalah serius. Awak kapal melaporkan kebocoran di ruang mesin, disusul dengan pemadaman listrik total (blackout). Tidak lama kemudian, air mulai menggenangi lambung kapal. KMP Tunu Pratama Jaya mulai miring hingga akhirnya tenggelam sekitar pukul 23.35 WIB.
Suasana panik tak terhindarkan. Dalam kegelapan malam dan ombak setinggi 2 meter lebih, penumpang berusaha menyelamatkan diri dengan menggunakan pelampung, sekoci, atau melompat ke laut.
Baca Juga : Siap-Siap Tarif Ojol Bakal Naik, Nasib Pengemudi dan Konsumen Jadi Pertimbangan
Hingga Kamis pagi, empat orang telah ditemukan meninggal dunia, dengan jenazah mengapung dan terbawa arus ke wilayah pesisir Jembrana, Bali. Selain itu, 31 penumpang berhasil diselamatkan, beberapa di antaranya ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri dan langsung dievakuasi ke fasilitas medis terdekat.
Namun, nasib puluhan orang lainnya masih belum diketahui. Data sementara menyebutkan bahwa sekitar 30 orang lebih masih hilang. Tim SAR gabungan dari Basarnas, TNI AL, Polairud, KSOP, dan relawan lokal masih melakukan pencarian menggunakan kapal cepat, RIB (Rigid Inflatable Boat), dan helikopter.
Cuaca yang sempat memburuk dan minimnya pencahayaan laut pada malam hari sempat menghambat upaya evakuasi. Namun, operasi pencarian dilanjutkan dengan intensitas penuh sejak Kamis pagi.
Beberapa penumpang yang selamat membagikan kisah dramatis mereka. Salah satu saksi mata, Bejo Santoso, mengatakan kapal sempat oleng tiga kali sebelum benar-benar tenggelam. Ia sempat membantu melemparkan pelampung ke penumpang lain sebelum terjun ke laut.
Sementara itu, seorang awak kapal bernama Riko disebut berhasil menyelamatkan 16 penumpang dengan membimbing mereka ke sekoci dalam kondisi gelap dan panik. Tindakan cepat dan tenang dari awak kapal ini diyakini membantu menyelamatkan banyak nyawa malam itu.
Simak Juga : Menjaga Identitas Budaya Lokal Bangsa Lewat Aksi Anak Muda
Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya memicu kembali pertanyaan lama mengenai standar keamanan kapal penyeberangan di Indonesia. Investigasi awal menunjukkan kemungkinan adanya kebocoran pada mesin sebagai pemicu awal. Namun, penyelidikan resmi masih berlangsung, termasuk pemeriksaan terhadap manifest, kondisi teknis kapal, serta protokol evakuasi yang dijalankan.
Kementerian Perhubungan menyatakan akan mengevaluasi ulang seluruh operasional kapal penyeberangan di rute Selat Bali dan memperketat pengawasan armada yang beroperasi.
Di tengah proses penyelidikan, publik berharap agar tragedi ini menjadi titik balik dalam meningkatkan standar keselamatan penyeberangan laut, termasuk perawatan rutin kapal, pelatihan awak, dan kesiapan alat penyelamat.
Di saat keluarga para korban masih menanti kabar, berbagai organisasi kemanusiaan dan masyarakat sekitar telah memberikan dukungan moril dan logistik. Posko informasi didirikan di Ketapang dan Gilimanuk untuk menghubungkan keluarga dengan proses pencarian.
Sementara itu, pemerintah daerah dan nasional telah menjanjikan bantuan bagi keluarga korban, termasuk santunan dan pendampingan hukum jika ditemukan unsur kelalaian dari pihak operator.
Masyarakat luas kini menanti, bukan hanya kabar baik dari tim penyelamat, tetapi juga langkah nyata dari otoritas untuk memastikan bahwa tragedi serupa tak terulang di perairan Indonesia lainnya.