Nyata Nyata Fakta – Menjelang libur panjang Idul Adha 2025, pasar keuangan Indonesia mendapat kabar baik. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan signifikan, mencerminkan sentimen positif dari pelaku pasar dalam negeri maupun global.
Pada perdagangan Kamis pagi, 5 Juni 2025. Rupiah dibuka menguat 15 poin atau sekitar 0,09 persen ke posisi Rp16.280 per dolar AS, dibandingkan hari sebelumnya di level Rp16.295. Penguatan ini sekaligus mencerminkan respons pasar terhadap dinamika ekonomi global. Khususnya dari sisi Amerika Serikat yang sedang mengalami tekanan di sektor jasa dan ketenagakerjaan.
Salah satu faktor utama yang mendorong penguatan rupiah adalah pelemahan dolar AS akibat data ekonomi Amerika yang kurang menggembirakan. Laporan dari Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan bahwa Purchasing Managers Index (PMI) sektor jasa AS untuk bulan Mei 2025 turun menjadi 49,9, lebih rendah dari 51,6 pada bulan April.
Penurunan ini menjadi yang pertama dalam hampir satu tahun terakhir dan menandakan kontraksi aktivitas sektor jasa. Sektor yang selama ini dianggap lebih stabil dibandingkan manufaktur. Melemahnya PMI jasa ini memicu kekhawatiran pasar bahwa perekonomian AS sedang menuju perlambatan yang lebih dalam.
Dampaknya, investor mulai mengurangi kepemilikan aset berbasis dolar dan mengalihkan perhatian ke mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, yang dianggap lebih prospektif untuk jangka pendek.
Baca Juga : Maniamolo Fest 2025: Rekaman Hoho 1930 Hidupkan Kembali Warisan Budaya Nias
Data tenaga kerja AS yang dirilis awal Juni 2025 juga menambah tekanan terhadap dolar. Jumlah klaim tunjangan pengangguran meningkat dan pertumbuhan upah mulai melambat. Situasi ini memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) kemungkinan akan mulai menurunkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat, setelah beberapa bulan mempertahankan kebijakan yang ketat.
Langkah pelonggaran ini dinilai sebagai respons terhadap risiko resesi, sekaligus memberi angin segar bagi mata uang lain seperti rupiah. Penurunan suku bunga AS biasanya membuat yield dolar AS menjadi kurang menarik, dan mendorong arus modal ke negara-negara dengan imbal hasil lebih tinggi seperti Indonesia.
Di dalam negeri, momen libur panjang Idul Adha 2025 juga memberikan dorongan psikologis bagi pelaku pasar. Libur nasional kerap dikaitkan dengan stabilisasi pasar uang, karena aktivitas perdagangan menurun dan volatilitas mereda.
Selain itu, keyakinan terhadap fundamental ekonomi Indonesia yang tetap solid, serta dukungan dari Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar, turut menopang kekuatan rupiah. Investor cenderung melihat Indonesia sebagai pasar yang relatif stabil di tengah gejolak global.
Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, dalam keterangannya menyebutkan bahwa rupiah berpeluang menguat hingga menyentuh level Rp16.200, dengan batas resistensi jangka pendek di sekitar Rp16.300. Hal ini menunjukkan ruang penguatan yang masih terbuka, asalkan sentimen global tetap mendukung.
Simak Juga : Fenomena Cokelat Dubai Viral: Sejumlah Perusahaan AS Kini Meluncurkan Produk Serupa
Penguatan rupiah tentu membawa dampak positif bagi beberapa sektor dalam negeri. Importir, terutama yang bergerak di sektor elektronik, otomotif, dan bahan pangan, akan mendapatkan biaya impor yang lebih rendah. Hal ini berpotensi mengurangi tekanan inflasi dalam jangka pendek.
Di sisi lain, eksportir perlu bersiap menghadapi tantangan margin laba karena pendapatan dalam dolar menjadi lebih rendah saat dikonversi ke rupiah. Namun secara keseluruhan, stabilitas nilai tukar tetap menjadi prioritas utama bagi keberlanjutan kegiatan perdagangan dan investasi.
Kondisi ini juga memberikan ruang manuver lebih luas bagi Bank Indonesia dalam mengelola kebijakan moneter, termasuk menjaga daya beli masyarakat menjelang periode konsumsi tinggi seperti Idul Adha.
Meski dalam jangka pendek rupiah menunjukkan tren positif. Pelaku pasar tetap mewaspadai faktor global lainnya yang bisa memengaruhi arah pergerakan rupiah setelah libur panjang. Beberapa hal yang menjadi perhatian meliputi:
Dengan kombinasi faktor domestik dan global yang dinamis. Nilai tukar rupiah ke depan akan terus bergantung pada ketahanan ekonomi dalam negeri dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan pasar global.