Nyata Nyata Fakta – Kebiasaan belanja rokok dalam jumlah besar dibandingkan kebutuhan pokok seperti beras menimbulkan persoalan serius bagi kesejahteraan keluarga. Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa kondisi ini menjadi salah satu penyebab meningkatnya risiko stunting anak di Indonesia.
Saat sebagian besar anggaran rumah tangga dialokasikan untuk membeli rokok, maka kebutuhan pangan bergizi berkurang. Anak-anak yang seharusnya mendapat asupan protein, vitamin, dan mineral justru kekurangan karena prioritas keluarga tidak seimbang. Jika berlangsung terus-menerus, hal ini berpotensi menghambat tumbuh kembang anak dalam jangka panjang.
Pengaruh rokok terhadap risiko stunting anak tidak hanya muncul karena masalah pengeluaran, tetapi juga karena efek kesehatan langsung. Orang tua yang merokok dalam rumah tangga seringkali menambah beban biaya kesehatan keluarga. Uang yang seharusnya digunakan untuk membeli makanan sehat akhirnya terpakai untuk pengobatan penyakit akibat rokok.
Selain itu, paparan asap rokok kepada anak juga memperburuk kondisi fisik mereka. Anak yang sering terpapar asap berisiko mengalami gangguan pernapasan, daya tahan tubuh melemah, serta penyerapan nutrisi terganggu. Dengan demikian, rokok menjadi faktor ganda yang memperbesar risiko stunting anak, baik melalui sisi ekonomi maupun kesehatan.
Baca Juga : Pengguna Aktif Instagram Tembus 3 Miliar, TikTok dan YouTube Terancam
Untuk memahami lebih jelas, berikut beberapa faktor yang membuat rokok berhubungan langsung dengan meningkatnya risiko stunting anak:
Faktor-faktor di atas menunjukkan bahwa rokok tidak sekadar masalah kebiasaan, melainkan ancaman nyata terhadap pertumbuhan generasi muda.
Pemerintah telah berupaya mengurangi dampak konsumsi rokok melalui regulasi ketat. Salah satu langkah yang sedang dibahas adalah standarisasi kemasan rokok. Dengan desain polos tanpa logo menarik, diharapkan rokok kehilangan daya tarik terutama bagi anak muda yang rentan menjadi perokok baru.
Meski demikian, pelaksanaan kebijakan ini tidak mudah. Rokok ilegal masih banyak beredar dan pengawasan di lapangan kerap terkendala. Selain itu, norma sosial yang sudah lama melekat membuat masyarakat sulit melepaskan kebiasaan merokok. Hal ini menjadi hambatan besar dalam menekan resiko stunting anak secara nasional.
Pemerintah juga mengaitkan program percepatan penurunan stunting dengan pengendalian konsumsi tembakau. Dengan mengurangi pengeluaran rumah tangga untuk rokok, keluarga dapat mengalihkan anggaran pada pemenuhan gizi seimbang anak. Langkah ini diyakini bisa mempercepat target penurunan angka stunting yang masih cukup tinggi di Indonesia.
Simak Juga : Corn Silk Tea: Minuman Tradisional Korea dengan Segudang Manfaat Kesehatan
Alih-alih diakhiri dengan kesimpulan, isu ini menarik jika ditutup dengan topik yang bersifat clickbait: munculnya rumor mengenai kebijakan baru yang bisa mengejutkan publik. Beberapa sumber menyebutkan pemerintah tengah mempertimbangkan kenaikan cukai drastis untuk produk rokok, pembatasan iklan, hingga pelarangan etalase terbuka di toko-toko.
Jika kebijakan tersebut benar-benar diterapkan, maka harga rokok akan semakin mahal dan akses masyarakat terhadap produk tembakau makin terbatas. Bagi sebagian orang, hal ini dianggap ancaman. Namun bagi kesehatan anak bangsa, kebijakan tersebut bisa menjadi peluang emas untuk menekan konsumsi rokok dan memperkecil risiko stunting anak di masa depan.
Artikel tentang Risiko Stunting Anak ditulis ulang oleh : Ayu Azhari | Editor : Micheal Halim
Sumber Informasi : Tempo.co