Nyata Nyata Fakta – Worldcoin, proyek yang dikembangkan oleh CEO OpenAI Sam Altman, kembali menuai kontroversi usai pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Komdigi) membekukan aktivitasnya. Proyek yang menawarkan identitas digital global berbasis teknologi blockchain ini awalnya menjanjikan kemudahan verifikasi dan insentif berupa token kripto Worldcoin (WLD) kepada siapa pun yang bersedia melakukan pemindaian iris mata melalui perangkat bernama Orb.
Langkah yang dinilai revolusioner dalam dunia digital itu kini menghadapi gelombang penolakan. Meski Worldcoin mengklaim bahwa data biometrik pengguna diubah menjadi kode terenkripsi dan tidak disimpan dalam bentuk gambar asli, keraguan publik terhadap keamanan dan transparansi sistem terus menguat.
Indonesia bukan satu-satunya negara yang bersikap tegas terhadap Worldcoin. Sejumlah negara lain seperti Spanyol, Prancis, dan Korea Selatan juga telah menginvestigasi, bahkan melarang aktivitas proyek ini karena kekhawatiran yang sama: potensi penyalahgunaan data biometrik.
Salah satu alasan utama pembekuan di Indonesia adalah laporan dari masyarakat yang menyebut adanya imbalan uang tunai berkisar antara Rp 300.000 hingga Rp 500.000 kepada warga yang bersedia memindai iris matanya. Penawaran ini tentu mengundang perhatian, terlebih di wilayah dengan literasi digital yang masih berkembang.
Banyak warga mengaku belum sepenuhnya memahami tujuan dan risiko dari proses pemindaian tersebut. Keinginan memperoleh uang cepat sering kali mengalahkan kehati-hatian terhadap data pribadi, termasuk data biometrik yang sangat sensitif. Padahal, apabila data tersebut bocor atau jatuh ke tangan yang salah, potensi kerugiannya bisa sangat besar, mulai dari pencurian identitas hingga penyalahgunaan untuk kejahatan siber.
Di tengah euforia bonus instan dari Worldcoin, justru muncul kekhawatiran publik yang lebih dalam tentang sejauh mana data biometrik ini akan digunakan, dan siapa yang benar-benar mengendalikan sistem penyimpanannya.
“Baca Juga: Powerbank Super 25.000 mAh, Ngecas Laptop pun Ngebut dengan 165W!”
Menurut Alfons Tanujaya, pakar keamanan siber dari Vaksincom. Teknologi seperti yang digunakan oleh Worldcoin sebetulnya memiliki potensi manfaat yang besar, khususnya dalam memverifikasi identitas digital secara unik dan aman. Namun, ia menekankan bahwa implementasinya harus benar-benar transparan dan diatur secara ketat.
Ia juga menyoroti pentingnya literasi masyarakat terhadap jenis data yang dikumpulkan, serta risiko jangka panjang yang mungkin terjadi. Alfons menyarankan agar publik tidak tergesa-gesa dalam memberikan data biometrik tanpa pemahaman mendalam tentang kebijakan privasi yang berlaku. “Data iris mata bukan seperti password yang bisa diganti. Sekali bocor, konsekuensinya seumur hidup,” ujarnya.
Bahkan jika sistem Worldcoin diklaim aman, selalu ada kemungkinan ancaman dari pihak ketiga. Baik itu peretas, insider threat, atau kesalahan sistem. Oleh karena itu, pendekatan kehati-hatian sangat penting diterapkan sebelum proyek seperti ini mendapatkan izin luas di negara mana pun.
Kasus di Indonesia hanyalah satu babak dari tantangan global yang kini dihadapi Worldcoin. Di Spanyol, otoritas perlindungan data bahkan telah memerintahkan penghapusan total seluruh data iris yang telah dikumpulkan, karena dianggap melanggar aturan GDPR Uni Eropa.
Di sisi lain, pihak Worldcoin tetap menyatakan bahwa mereka berkomitmen menjaga privasi dan keamanan data pengguna. Mereka mengklaim telah menggunakan enkripsi tingkat tinggi dan menghapus data gambar setelah proses pemindaian selesai. Meski demikian, pernyataan ini belum cukup menenangkan para pengamat dan regulator di berbagai belahan dunia.
Tantangan terbesar bagi Worldcoin saat ini adalah membangun kembali kepercayaan. Tanpa adanya pengawasan yang kuat, peraturan yang jelas, dan partisipasi publik yang terinformasi. Proyek ambisius ini berisiko menjadi simbol kegagalan etika dalam revolusi identitas digital.
Momen ini bisa menjadi pengingat penting bahwa kemajuan teknologi harus diiringi dengan peningkatan literasi digital masyarakat. Banyak pengguna internet yang belum memahami bahwa data biometrik seperti iris mata, sidik jari, atau wajah adalah jenis data pribadi yang tidak bisa sembarangan dibagikan.
Pemerintah dan lembaga pendidikan digital perlu mengambil peran aktif dalam menyosialisasikan pentingnya menjaga data pribadi. Di era di mana iming-iming insentif dan bonus digital yang semakin marak. Masyarakat perlu dilengkapi dengan pemahaman yang cukup untuk menilai apakah sebuah penawaran benar-benar aman.