Nyata Nyata Fakta – Google Indonesia akhirnya memberikan klarifikasi sehubungan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook yang menyeret mantan Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim. Dalam keterangannya, Google menegaskan bahwa mereka tidak berada di posisi untuk mengomentari status hukum individu yang sedang terlibat dalam proses penyidikan. Fokus utama mereka hanyalah sebagai penyedia teknologi yang mendukung sektor pendidikan di Indonesia.
Google juga menekankan bahwa dalam mekanisme bisnisnya, perusahaan ini tidak melakukan transaksi langsung dengan kementerian atau lembaga pemerintah. Produk Chromebook, menurut Google, didistribusikan melalui jaringan mitra dan reseller resmi. Dengan demikian, segala keputusan dan kebijakan pengadaan perangkat berada sepenuhnya di tangan pemerintah dan pihak-pihak yang berwenang.
Kasus yang kini ramai diperbincangkan bermula dari program digitalisasi pendidikan yang diluncurkan pada periode 2020–2022. Dalam program ini, pemerintah merencanakan pembelian 1,2 juta unit Chromebook dengan nilai mencapai sekitar Rp9,3 triliun. Namun, Kejaksaan Agung menemukan dugaan adanya rekayasa spesifikasi yang mengarahkan proses pengadaan agar hanya menguntungkan satu platform, yakni Chrome OS.
Nadiem Makarim, yang saat itu masih menjabat sebagai Mendikbud, kemudian ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan berperan langsung dalam memimpin rapat dan memberikan arahan penggunaan Chromebook sebelum tender resmi dilakukan. Kerugian negara akibat dugaan penyimpangan ini diperkirakan mencapai Rp1,98 triliun.
Baca Juga : Serikat Buruh Soroti PHK Massal Gudang Garam dan Efek Domino Industri Rokok
Selain Nadiem, Kejaksaan Agung juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah:
Dengan semakin banyaknya pihak yang dijerat hukum, kasus ini memperlihatkan bahwa dugaan praktik curang dalam pengadaan proyek besar tidak hanya melibatkan pejabat tinggi, tetapi juga lingkaran kerja yang lebih luas.
Bagi Google, pernyataan resmi ini penting untuk menegaskan batas keterlibatan mereka. Menurut perusahaan teknologi asal Amerika Serikat ini, mereka hanya berfungsi sebagai vendor global yang menyediakan perangkat dan sistem operasi, tanpa campur tangan dalam prosedur tender pemerintah Indonesia.
Klarifikasi ini juga menjadi langkah strategis untuk melindungi reputasi perusahaan. Di tengah sorotan publik dan media, Google berusaha memisahkan peran mereka sebagai penyedia teknologi dengan isu hukum yang kini dihadapi oleh mantan menteri sekaligus pendiri Gojek tersebut. Dengan demikian, perusahaan dapat tetap menjaga citra sebagai mitra teknologi yang sah dan profesional.
Kasus Chromebook ini tidak hanya berimbas pada reputasi individu yang terlibat, tetapi juga menimbulkan sejumlah dampak lain:
Reaksi masyarakat pun beragam. Ada yang kecewa karena merasa proses digitalisasi pendidikan menjadi korban, sementara sebagian lainnya menilai ini sebagai momentum untuk memperbaiki tata kelola pengadaan barang dan jasa di sektor publik.
Simak Juga : Tersangka Korupsi Chromebook: Kekayaan Nadiem Makarim Tembus Setengah Triliun
Alih-alih menutup dengan kesimpulan, menarik untuk membicarakan arah digitalisasi pendidikan setelah mencuatnya kasus chromebook ini. Program pengadaan perangkat belajar berbasis teknologi jelas masih sangat dibutuhkan di era modern, terutama untuk mendukung pembelajaran jarak jauh dan memperkuat literasi digital siswa.
Namun, agar tujuan ini tercapai, diperlukan transparansi dan integritas yang lebih kuat dalam setiap prosesnya. Pemerintah perlu memastikan pengadaan perangkat dilakukan dengan sistem yang terbuka, melibatkan berbagai pihak, dan tidak hanya menguntungkan satu vendor tertentu. Di sisi lain, perusahaan teknologi juga harus menjaga prinsip bisnis yang etis agar tidak terseret dalam kepentingan politik atau hukum.
Kasus Chromebook menjadi pelajaran penting bahwa transformasi digital di sektor pendidikan tidak boleh sekadar menjadi proyek pengadaan, melainkan harus benar-benar berorientasi pada kepentingan siswa, guru, dan masa depan generasi Indonesia.