Nyata Nyata Fakta – Fenomena baru tengah menghantui dunia ritel Indonesia, khususnya pusat perbelanjaan di kota besar. Mereka yang datang berbondong-bondong ke mal, tapi pulang dengan tangan kosong. Fenomena ini kini dijuluki sebagai “Rojali” atau singkatan dari Rombongan Jarang Beli. Istilah ini memang terdengar lucu, tapi dampaknya serius: omzet tenant menurun, strategi promosi berubah, bahkan konsep mal perlahan ikut bergeser.
Pusat perbelanjaan di Indonesia perlahan pulih pascapandemi, terlihat dari meningkatnya arus pengunjung setiap akhir pekan. Namun, statistik pengunjung ternyata tidak linier dengan peningkatan penjualan. Banyak tenant mengeluhkan keramaian yang hanya menjadi lalu-lalang tanpa pembelian nyata.
“Mal sekarang penuh orang selfie, nongkrong di tangga, tapi yang belanja bisa dihitung jari,” kata Andi, pengelola tenant fashion lokal di kawasan Tangerang. “Kami ramai, tapi kotor nggak ada transaksi yang berarti.”
Baca Juga : Stimulus Ekonomi Kuartal III 2025: Langkah Lanjutan Pemerintah Dorong Konsumsi Nasional
Rojali bukan satu orang, melainkan gambaran dari kebiasaan sosial baru masyarakat urban. Mereka bisa datang sebagai rombongan teman sekolah, keluarga muda, hingga komunitas hobi. Tujuan mereka bukan belanja, tapi menikmati suasana mal: foto di spot estetik, mampir ke area permainan, atau hanya mengisi waktu luang.
Beberapa juga datang dengan sengaja untuk window shopping atau mencari inspirasi tanpa niat membeli. “Saya memang sering ke mal, tapi jarang belanja. Cuma ingin lihat-lihat model baju baru, nanti beli online,” ujar Livia (22), mahasiswa di Jakarta.
Beberapa faktor utama memicu tren ini:
Simak Juga : Tren DIY Crafts Terbaru 2025 yang Wajib Dicoba
Kehadiran Fenomena Rojali ini menjadi tantangan besar bagi tenant dan pengelola mal. Jumlah pengunjung tinggi tak menjamin ROI atau target penjualan tercapai. Banyak tenant makanan dan fashion melaporkan omzet stagnan, bahkan menurun dibanding tahun sebelumnya.
Namun, bukan berarti Rojali tidak bisa dimanfaatkan. “Kami mulai ubah strategi. Buat promo bundling, kasih hadiah langsung, bahkan bikin spot selfie di depan toko,” kata Sarah, pemilik toko aksesoris remaja. “Kalau mereka datang buat foto, sekalian kita arahkan untuk belanja.”
Menghadapi tren ini, beberapa mal mulai melakukan pendekatan baru:
Fenomena Rojali merupakan sinyal bahwa dunia ritel sedang bergeser. Sekarang bukan hanya soal menjual produk, tapi menciptakan pengalaman yang berkesan. Mereka yang datang mungkin tidak langsung membeli, tapi jika pengalaman mereka menyenangkan, peluang transaksi berikutnya akan terbuka lebih lebar.
Di tengah perubahan gaya hidup dan konsumsi masyarakat urban, para pelaku usaha perlu kembali pada esensi: membangun keterikatan dengan pelanggan. Karena dalam dunia ritel masa kini, yang paling penting bukan hanya siapa yang datang, tapi siapa yang pulang dengan alasan untuk kembali.