Usai Lima Hari Konflik di Perbatasan, Kamboja dan Thailand Sepakati Gencatan Senjata Tanpa Syarat

Nyata Nyata Fakta – Setelah lima hari ketegangan bersenjata di perbatasan, akhirnya Kamboja dan Thailand sepakat untuk menghentikan pertempuran melalui gencatan senjata tanpa syarat. Kesepakatan ini diumumkan pada 28 Juli 2025 malam, menandai titik balik penting dalam konflik yang sebelumnya memicu kekhawatiran regional dan menelan puluhan korban.

Langkah ini disambut sebagai kemenangan diplomasi di tengah bayang-bayang konflik yang bisa saja meluas. Terlebih, wilayah yang disengketakan terutama sekitar Candi Preah Vihear telah lama menjadi titik panas dalam hubungan kedua negara.

Latar Belakang Konflik: Sejarah yang Belum Tuntas

Sengketa antara Kamboja dan Thailand bukan hal baru. Sejak dekade lalu, kawasan perbatasan antara Provinsi Sisaket di Thailand dan Provinsi Preah Vihear di Kamboja telah menjadi area sensitif. Isu utamanya terletak pada klaim kedaulatan atas kawasan sekitar Candi Preah Vihear, sebuah situs warisan budaya UNESCO yang berada di wilayah perbatasan.

Meski Mahkamah Internasional telah menyatakan candi tersebut berada di wilayah Kamboja, Thailand menilai sejumlah lahan di sekitarnya masih menjadi bagian dari teritorinya. Ketegangan meningkat ketika kedua pihak mengerahkan pasukan ke wilayah tersebut, yang berujung pada saling tembak pada akhir Juli 2025.

Baca Juga : Teknisi Asal Medan Ukir Sejarah: Lolos ke Kejuaraan Dunia Yamaha 2025 di Jepang

Derita Warga Sipil: Ribuan Mengungsi, Puluhan Terluka

Selama lima hari bentrokan, lebih dari 30 orang dilaporkan tewas, termasuk tentara dan warga sipil. Ribuan lainnya harus mengungsi dari rumah mereka, meninggalkan ladang, tempat tinggal, bahkan sekolah. Pusat-pusat pengungsian darurat dibuka di kedua sisi perbatasan untuk menampung gelombang warga yang panik.

Beberapa warga Thailand yang tinggal di Sisaket menyebut suara ledakan terdengar sepanjang malam, sementara pengungsi di Kamboja menuturkan bahwa mereka kehilangan rumah dalam waktu semalam akibat serangan artileri. “Kami hanya sempat membawa pakaian dan anak-anak,” ujar seorang ibu muda kepada media lokal Kamboja.

Peran Malaysia dan ASEAN dalam Mediasi

Gencatan senjata ini tak lepas dari peran penting Malaysia sebagai ketua ASEAN tahun ini. Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, mengundang kedua belah pihak ke Kuala Lumpur untuk melakukan dialog tertutup. Hasilnya, Thailand dan Kamboja sepakat menandatangani kesepakatan penghentian tembak-menembak tanpa prasyarat apa pun.

Langkah ini disambut positif oleh negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia. Menteri Luar Negeri RI menyatakan bahwa ini adalah momen penting untuk menunjukkan bahwa “dialog tetap menjadi solusi terbaik dalam menyelesaikan konflik kawasan.”

Simak Juga : Gelombang Unjuk Rasa di Malaysia, Ribuan Orang Tuntut Anwar Ibrahim Mundur

Menjaga Perdamaian dan Mengurai Akar Masalah

Meski perjanjian gencatan senjata telah tercapai, tantangan masih membayangi. Salah satu kunci keberhasilan perdamaian jangka panjang adalah mengatasi akar persoalan perbatasan yang belum jelas. Pengamat menyarankan dibentuknya komisi bilateral permanen untuk menyusun peta perbatasan bersama berdasarkan hukum internasional dan hasil survei lapangan.

Selain itu, penanganan terhadap pengungsi juga menjadi prioritas. Ribuan warga di kedua negara masih berada di tempat pengungsian, membutuhkan air bersih, obat-obatan, dan dukungan psikologis. Pemerintah daerah di Thailand dan Kamboja kini bekerja sama dengan lembaga bantuan internasional untuk merespons kondisi darurat ini.

Fokus Keamanan Regional dan Stabilitas Kawasan

Kawasan Asia Tenggara selama ini dikenal relatif stabil dibandingkan wilayah konflik lain. Namun, konflik Kamboja–Thailand ini menjadi pengingat bahwa sengketa lama yang tak terselesaikan dapat kembali memanas sewaktu-waktu. Karena itu, inisiatif regional seperti ASEAN harus diperkuat bukan hanya sebagai forum diplomasi, tetapi juga sebagai penjaga perdamaian aktif.

Para analis menekankan perlunya membentuk sistem peringatan dini konflik dan memperluas peran diplomasi preventif ASEAN agar kejadian serupa tak terulang. Dengan demikian, insiden perbatasan bisa ditangani sebelum berkembang menjadi tragedi kemanusiaan.

Similar Posts