Nyata Nyata Fakta – Sebuah tragedi di langit India kembali mengguncang kepercayaan dunia terhadap industri penerbangan. Pada 12 Juni 2025, pesawat Air India Boeing 787-8 Dreamliner yang mengangkut ratusan penumpang dari Ahmedabad ke London mengalami kecelakaan fatal hanya beberapa menit setelah lepas landas. Tragedi ini menewaskan 269 orang, dengan hanya satu penumpang dilaporkan selamat. Dunia pun kembali bertanya: seberapa aman sebenarnya langit India?
Lebih dari sekadar kecelakaan tunggal, peristiwa Kecelakaan Air India ini membuka kotak Pandora tentang potensi kelalaian teknis, kegagalan prosedur, hingga tekanan mental di balik kokpit. Bahkan, hingga kini, penyebab pasti jatuhnya pesawat masih menyisakan teka-teki.
Temuan awal dari Biro Investigasi Kecelakaan Udara India (AAIB) menunjukkan bahwa kedua sakelar kontrol bahan bakar mesin berubah dari posisi “RUN” ke “CUTOFF” hanya dalam selisih satu detik. Padahal, FAA di Amerika Serikat sempat menilai sakelar ini bukan faktor keselamatan kritis sebuah klaim yang kini kembali dipertanyakan.
Rekaman suara kokpit mengungkapkan suara pilot yang tampak bingung, saling mempertanyakan siapa yang mematikan sakelar. Salah satu di antaranya terdengar berkata, “Kenapa kamu melakukan cut-off?” dan dijawab dengan bantahan. Di sinilah publik mulai berspekulasi: apakah terjadi kesalahan teknis, atau kelalaian manusia di tengah tekanan tinggi?
Baca Juga : Utang Luar Negeri Indonesia Capai Angka Fantastis, Segini Besaran Jumlahnya!
Kotak hitam pesawat telah diperiksa, baik dari sisi perekam suara (CVR) maupun data penerbangan (FDR). Data itu mengonfirmasi bahwa pesawat sempat mengudara stabil sebelum kedua mesin mendadak kehilangan tenaga. Transkrip komunikasi terakhir menunjukkan adanya kekacauan di dalam kokpit beberapa detik sebelum pesawat jatuh.
Kondisi ini menimbulkan kecurigaan publik bahwa sistem dalam pesawat mungkin gagal mendeteksi atau menahan anomali pada sakelar bahan bakar. Namun, belum ada kesimpulan final dari pihak berwenang.
Di balik temuan teknis, muncul kekhawatiran lain: tekanan mental yang dihadapi pilot. Beberapa pakar mengungkap bahwa pilot di India sering enggan melaporkan kondisi psikologis karena stigma dan potensi sanksi. Hal ini menjadi masalah serius jika dihubungkan dengan pengambilan keputusan saat krisis.
Asosiasi pilot India bahkan merilis pernyataan resmi, mengecam asumsi bahwa kecelakaan disebabkan oleh kesalahan manusia semata. Mereka meminta hasil investigasi disampaikan secara transparan dan tanpa bias yang menyalahkan korban tanpa pembuktian lengkap.
Simak Juga : Cara Cerdas Punya Website Sendiri dengan Domain Gratis di Tahun Pertama
Otoritas penerbangan India (DGCA) langsung menyatakan bahwa standar keselamatan udara di negara tersebut masih sejalan dengan regulasi global. Namun tekanan datang dari berbagai arah, termasuk keluarga korban yang menuding ada potensi “pengaburan fakta” dalam laporan awal.
Sementara itu, Boeing sebagai produsen pesawat, ikut disorot karena rekomendasi inspeksi komponen seperti sakelar bahan bakar ini sebelumnya pernah dikeluarkan namun tidak dianggap wajib. Hal ini menambah daftar pertanyaan tentang seberapa serius pabrikan dan otoritas dunia menangani potensi malfungsi sistemik.
Tragedi Kecelakan Air India ini tidak hanya soal angka korban. Ia telah mencederai salah satu fondasi utama transportasi udara: kepercayaan publik. Di tengah meningkatnya jumlah penerbangan pasca-pandemi, insiden ini seperti alarm yang membangunkan dunia dari rasa aman semu.
Perjalanan udara bukan sekadar soal kecepatan dan efisiensi. Ia menuntut akurasi sistem, kesiapan manusia, dan transparansi mutlak saat ada yang salah. Masyarakat dunia menantikan kejelasan dari investigasi ini, bukan hanya demi keadilan bagi korban, tapi demi keamanan berjuta penumpang lainnya.