Nyata Nyata Fakta – Telegram, aplikasi pesan terenkripsi yang selama ini populer karena fitur keamanannya, baru saja mengambil langkah berani dalam memerangi kejahatan dunia maya. Baru-baru ini, perusahaan tersebut menutup dua platform pasar gelap berbahasa Mandarin Haowang Guarantee dan Xinbi Guarantee. Dua saluran ini selama bertahun-tahun memfasilitasi transaksi kripto ilegal senilai lebih dari USD 35 miliar atau sekitar Rp 566 triliun. Langkah ini merupakan salah satu penutupan jaringan ilegal terbesar yang pernah terjadi di platform komunikasi digital Telegram.
Keputusan ini tidak datang begitu saja. Penutupan dilakukan setelah investigasi mendalam dari perusahaan analitik blockchain Elliptic dan tekanan dari berbagai pihak media. Melalui kolaborasi ini, Telegram akhirnya menonaktifkan ribuan akun dan kanal yang terkait dengan dua pasar tersebut.
Haowang Guarantee, yang sebelumnya dikenal sebagai Huione Guarantee, telah beroperasi sejak 2021 dan berkembang menjadi ekosistem pasar gelap yang kompleks di dalam Telegram. Menggunakan nama yang terdengar sah dan meniru sistem escrow atau jaminan transaksi yang biasa digunakan di platform legal, jaringan ini menyamarkan kegiatan ilegalnya dengan rapi.
Layanan yang ditawarkan Haowang tidak main-main. Mereka memfasilitasi pencucian uang melalui aset kripto seperti Tether (USDT). Serta menyediakan alat-alat kejahatan siber seperti data identitas palsu, perangkat spoofing panggilan, hingga koneksi untuk sindikat penipuan call center di Asia Tenggara. Jumlah transaksi ilegal yang berhasil mereka proses diperkirakan mencapai USD 27 miliar. Hal ini menjadikannya salah satu pasar kripto gelap terbesar yang diketahui selama ini.
Penutupan Haowang Guarantee menjadi pukulan telak bagi jaringan kejahatan dunia maya. Tak lama setelah pengumuman resmi dari Telegram, Haowang menyatakan bahwa mereka menghentikan seluruh operasi secara permanen.
Baca Juga : Kominfo Tindak Tegas Grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ yang Viral
Tidak jauh berbeda dengan Haowang, Xinbi Guarantee adalah jaringan pasar gelap lainnya yang beroperasi di Telegram sejak 2022. Meski skala operasinya lebih kecil, nilainya tetap fantastis: USD 8,4 miliar dalam transaksi ilegal. Aktivitas Xinbi mencakup pencucian uang, penjualan data pribadi curian, hingga dugaan keterlibatan dalam perdagangan manusia.
Meskipun telah ditutup secara resmi oleh Telegram. Beberapa laporan menunjukkan bahwa operator jaringan ini berupaya kembali dengan identitas baru dan saluran komunikasi baru. Hal ini menjadi bukti bahwa pemberantasan kejahatan dunia maya bukanlah proses satu langkah, tetapi pertempuran berkelanjutan yang membutuhkan strategi adaptif.
Telegram sendiri mengakui bahwa platform mereka sangat disukai oleh komunitas karena keamanan dan privasinya. Namun, fitur inilah yang terkadang dimanfaatkan oleh pelaku kriminal. Oleh karena itu, langkah proaktif seperti ini diperlukan untuk memastikan platform tidak berubah menjadi sarang aktivitas ilegal.
Apa yang dilakukan Telegram bukanlah sekadar langkah protektif internal, melainkan contoh nyata bahwa kolaborasi antara perusahaan teknologi, penyedia keamanan siber, dan media investigatif dapat memberikan dampak besar dalam memerangi kejahatan digital.
Keberhasilan menutup Haowang dan Xinbi menjadi titik terang, namun tantangan ke depan tetap besar. Jaringan kejahatan siber dikenal sangat lincah. Ketika satu platform dibungkam, mereka dengan cepat berpindah ke saluran lain. Bahkan membangun ulang dari nol dengan lebih canggih dan tersembunyi.
Dalam konteks ini, Telegram mengisyaratkan komitmennya untuk memperketat pengawasan internal, termasuk dengan memperbarui kebijakan penggunaan dan sistem deteksi dini terhadap akun atau grup mencurigakan. Namun, hal ini tetap harus diimbangi dengan pendekatan yang tidak mengorbankan privasi pengguna yang sah.
Simak Juga : Mitsubishi Xpander dan Xpander Cross 2025 Hadirkan Berbagai Fitur Canggih bagi Pengguna
Kasus Haowang dan Xinbi menunjukkan betapa rentannya ruang digital terhadap penyalahgunaan, bahkan oleh jaringan yang beroperasi di balik platform yang terlihat sah. Telegram, sebagai salah satu platform komunikasi terbesar di dunia, kini menghadapi tantangan untuk menjaga keseimbangan antara menjamin privasi pengguna dan memberantas aktivitas kriminal.
Bagi pengguna umum, langkah ini menjadi pengingat bahwa ruang digital harus digunakan secara bertanggung jawab. Sementara itu, bagi pelaku industri dan regulator, kolaborasi lintas sektor akan menjadi kunci utama untuk mengidentifikasi dan memutus mata rantai ekonomi ilegal yang tersembunyi di balik lapisan-lapisan enkripsi.