Nyata Nyata Fakta – Pasar saham Indonesia mengawali pekan ini dengan nada positif setelah kebijakan penting diumumkan oleh Bank Indonesia (BI). Pada Rabu, 21 Mei 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melonjak sebesar 0,67 persen ke level 7.142,46, menyusul keputusan BI untuk lakukan Pemangkasan Suku Bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen. Kebijakan ini tidak hanya memberi dorongan psikologis kepada pelaku pasar, tetapi juga mencerminkan sinyal kuat bahwa BI siap menopang pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tekanan global yang masih membayangi.
Langkah Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan disambut positif oleh pelaku pasar. Penurunan ini merupakan bentuk respons terhadap kondisi ekonomi global yang masih dibayangi oleh ketidakpastian, termasuk perlambatan ekonomi Tiongkok, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, serta pergerakan agresif suku bunga di Amerika Serikat.
BI menyatakan bahwa kebijakan ini dilakukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, mengarahkan inflasi tetap dalam kisaran target 2,5 persen ±1 persen, dan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Dengan pemangkasan ini, bank sentral juga berharap dapat mendorong penyaluran kredit dari sektor perbankan ke sektor riil.
Secara langsung, kebijakan ini memberi angin segar kepada pasar saham. Investor menganggap ini sebagai sinyal bahwa iklim investasi dalam negeri akan semakin kondusif. Turunnya suku bunga membuat instrumen saham menjadi lebih menarik dibandingkan instrumen pendapatan tetap seperti deposito dan obligasi.
Baca Juga : PHK Massal Picu Eksodus Pegawai Pemerintah AS
Penguatan IHSG tidak terjadi secara merata, namun beberapa sektor mencatat kinerja impresif yang turut menopang indeks utama Bursa Efek Indonesia. Sektor barang baku menjadi pendorong terbesar dengan kenaikan 2,29 persen. Hal ini diuntungkan oleh ekspektasi peningkatan permintaan bahan mentah dari sektor konstruksi dan manufaktur, terutama jika iklim investasi membaik.
Sektor kesehatan juga ikut mencatat penguatan signifikan sebesar 1,50 persen. Saham-saham farmasi dan rumah sakit mengalami lonjakan volume perdagangan. Hal ini dikarenakan dipandang sebagai sektor defensif yang tetap tumbuh bahkan di tengah ketidakpastian ekonomi.
Sektor properti menempati posisi ketiga dengan penguatan 1,33 persen. Penurunan suku bunga dinilai akan memberikan efek domino terhadap penurunan suku bunga KPR. Serta pembiayaan konstruksi, sehingga berpotensi mendorong pertumbuhan penjualan properti dalam waktu dekat.
Sementara itu, sektor keuangan juga menunjukkan sinyal pemulihan meskipun penguatannya masih moderat. Ekspektasi meningkatnya kredit konsumsi dan produktif membuat saham-saham bank besar mengalami peningkatan permintaan dari investor asing maupun domestik.
Optimisme pelaku pasar tercermin dalam lonjakan aktivitas perdagangan. Pada hari yang sama, volume transaksi tercatat mencapai 26,64 miliar lembar saham, dengan nilai transaksi harian menyentuh Rp15,48 triliun. Angka ini meningkat tajam dibandingkan rata-rata harian dalam beberapa pekan terakhir, yang berkisar antara Rp10–12 triliun.
Lonjakan ini menunjukkan bahwa investor semakin agresif masuk ke pasar. Terutama pada saham-saham sektor-sektor unggulan yang dinilai akan mendapatkan manfaat langsung dari kebijakan moneter yang lebih longgar. Selain itu, investor institusi juga mulai menunjukkan aktivitas akumulasi, terutama pada saham-saham berkapitalisasi besar yang selama ini bergerak stagnan.
Sentimen positif juga terlihat dari posisi investor asing yang mencatatkan net buy, mengindikasikan bahwa pasar Indonesia masih dianggap atraktif dalam jangka menengah hingga panjang.
Baca Juga : Strategy Kembali Borong BTC Senilai Rp12,5 Triliun meski Digugat Investor
Meskipun respons pasar terhadap pemangkasan suku bunga tergolong positif, sejumlah analis memperingatkan bahwa tantangan global tetap harus diwaspadai. Fluktuasi harga komoditas, kebijakan suku bunga The Fed, dan perkembangan geopolitik masih berpotensi menjadi sentimen negatif yang membayangi pasar ke depan.
Namun demikian, apabila BI tetap konsisten dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan menyeimbangkan kebijakan moneter dengan kondisi riil di lapangan, prospek pasar saham Indonesia masih cukup cerah. Sinyal pemulihan ekonomi mulai terlihat dari meningkatnya indeks manufaktur dan aktivitas konsumsi rumah tangga yang kembali menggeliat.