Nyata Nyata Fakta – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi mengenakan pajak hiburan sebesar 10 persen untuk berbagai aktivitas olahraga komersial, termasuk Olahraga Padel, bulutangkis, dan tenis. Kebijakan ini memperluas cakupan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang sebelumnya menuai sorotan publik usai padel menjadi perhatian utama. Kini, olahraga populer seperti bulutangkis dan tenis juga masuk dalam daftar.
Penetapan pajak ini tertuang dalam Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta Nomor 1763 Tahun 2024 dan ditegaskan kembali lewat aturan teknis teranyar yang dirilis pada pertengahan 2025. Langkah ini memicu beragam respons dari masyarakat hingga wakil rakyat di DPRD DKI.
Kepala Bapenda DKI, Andri M. Rijal, menjelaskan bahwa yang dikenakan pajak hiburan bukan aktivitas olahraganya, melainkan penyediaan jasa atau fasilitas yang bersifat komersial. Artinya, jika seseorang menyewa lapangan padel, bulutangkis, atau tenis di tempat berbayar, maka pajak hiburan 10 persen akan dikenakan dari biaya sewa tersebut.
Namun, kegiatan komunitas atau olahraga non-komersial seperti jogging di taman kota atau bermain bulutangkis di halaman rumah tidak dikenai pajak. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, menegaskan bahwa kegiatan komunitas olahraga seperti yang biasa dilakukan di Gelora Bung Karno (GBK) tetap bebas pajak selama tidak bersifat komersial.
Baca Juga : Hacker Korut Incar Perusahaan Kripto Lewat Serangan Malware macOS
Selain padel, bulutangkis, dan tenis, sejumlah jenis olahraga lain juga masuk daftar objek pajak hiburan. Di antaranya:
Seluruh kegiatan di atas akan dikenakan pajak hiburan apabila dilakukan di tempat usaha berbayar, dan pengelola memiliki kewajiban untuk memungut serta menyetorkan pajak tersebut ke kas daerah.
Kebijakan ini mendapat catatan dari sejumlah anggota DPRD DKI. Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI, Suhud Alynudin, meminta agar pemerintah daerah lebih berhati-hati dalam menerapkan pajak yang menyentuh aktivitas masyarakat luas.
Menurut Suhud, olahraga seperti padel dan bulutangkis seharusnya tidak dikategorikan sebagai hiburan semata. Tetapi juga sebagai aktivitas positif yang mendukung gaya hidup sehat. “Kalau diberi beban pajak terlalu cepat, bisa-bisa semangat masyarakat untuk berolahraga malah turun,” katanya.
Ia menyarankan agar penerapan pajak dilakukan secara bertahap, atau bahkan diberikan pengecualian bagi kategori tertentu, seperti fasilitas olahraga untuk pelajar atau lansia.
Simak Juga : Diet Anti-Inflamasi: Cara & Contoh Dalam Kehidupan Sehari- Hari
Pajak hiburan untuk sektor olahraga di Jakarta telah ditetapkan sebesar 10 persen dari nilai transaksi. Hal ini sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Skema ini sebenarnya bukan hal baru dan juga berlaku di berbagai kota besar lain, termasuk Surabaya dan Bandung. Namun, Jakarta menjadi sorotan karena olahraga padel sempat booming di kalangan selebriti dan elite urban.
Pemerintah Provinsi berharap penerapan pajak ini bisa meningkatkan pendapatan daerah tanpa membebani masyarakat secara langsung, karena targetnya memang fasilitas komersial kelas menengah ke atas.
Sebagai pengguna layanan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
Kebijakan pajak ini bisa berdampak positif bila dikelola dengan tepat terutama dalam mendukung pelayanan publik yang lebih luas lewat dana pajak hiburan yang terkumpul.