Nyata Nyata Fakta – Satu unggahan media sosial cukup untuk mengubah persepsi publik dalam sekejap. Inilah yang dialami Ajaib Sekuritas ketika sebuah akun menVigklaim bahwa dirinya dikenakan transaksi saham senilai Rp 1,8 miliar, padahal hanya berniat membeli Rp 1 juta. Dalam waktu singkat, berita ini menyebar luas dan menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan sistem transaksi di salah satu platform investasi ritel yang paling populer di Indonesia.
Namun, di balik keramaian digital tersebut, muncul pertanyaan yang lebih mendalam sejauh mana teknologi bisa dipercaya ketika menyangkut uang investor, dan bagaimana perusahaan menghadapi tantangan reputasi di tengah tekanan publik?
Peristiwa ini bermula dari seorang investor ritel yang mengaku kaget saat menerima pemberitahuan transaksi pembelian saham BBTN senilai Rp 1,8 miliar melalui aplikasi Ajaib Sekuritas. Padahal, menurutnya, ia hanya berniat membeli saham sebesar Rp 1 juta. Dalam unggahan tersebut, ia menyebut tidak pernah mengaktifkan fitur leverage atau margin.
Merespons isu yang semakin meluas, CEO Ajaib Sekuritas Juliana segera memberikan klarifikasi. Dalam keterangannya, Ajaib menyatakan bahwa setelah dilakukan audit internal, tidak ditemukan adanya gangguan sistem pada saat transaksi dilakukan. Semua langkah transaksi, termasuk input jumlah, konfirmasi, hingga eksekusi, tercatat rapi dalam log sistem mereka. Menurut data mereka, transaksi itu dilakukan melalui perangkat terpercaya (trusted device) milik pengguna yang sebelumnya telah teregistrasi dan digunakan berkali-kali.
Pihak Ajaib juga menjelaskan bahwa pengguna tersebut memiliki portofolio yang nilainya melebihi Rp 1 miliar, sehingga secara sistem memungkinkan untuk mengakses daya beli hingga Rp 1,8 miliar bila fitur pembiayaan aktif.
Baca Juga : BRImo Hadirkan Solusi Investasi Emas Masa Kini: Beli Sekarang Bayarnya Nanti
Kasus ini membuka diskusi yang lebih luas mengenai antarmuka pengguna dan pengalaman bertransaksi di platform digital. Banyak pihak mempertanyakan: apakah fitur margin atau pembiayaan di Ajaib cukup jelas bagi pengguna awam? Apakah konfirmasi pembelian sebesar Rp 1,8 miliar dapat terjadi tanpa pengguna menyadari nominal yang tertera?
Walaupun Ajaib menyatakan sistem berjalan sesuai protokol. Peristiwa ini menunjukkan bahwa risiko human error masih sangat mungkin terjadi dalam konteks teknologi finansial. Dalam dunia di mana semua dilakukan melalui ponsel pintar dalam hitungan detik. Satu ketukan jari bisa berakibat jutaan rupiah berpindah tangan.
Melihat besarnya perhatian publik, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) pun turun tangan. OJK meminta laporan lengkap dari Ajaib terkait kronologi, log sistem, serta proses mediasi yang dilakukan dengan nasabah. Sementara itu, BEI menunggu hasil penyelesaian internal sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
Langkah pengawasan ini menjadi penting tidak hanya untuk melindungi investor ritel. Tetapi juga untuk memastikan bahwa standar transparansi dan integritas sistem perdagangan di Indonesia tetap terjaga.
Simak Juga : Panas! Trump Kirim Surat ke Prabowo, Tarif RI Tembus 32%
Ajaib menyebut telah melakukan pendekatan persuasif kepada pengguna untuk menyelesaikan masalah ini secara damai, termasuk menawarkan opsi penyelesaian secara tertutup. Namun, nasabah tersebut memilih untuk menolak karena keberatan dengan ketentuan kerahasiaan yang ditawarkan dalam perjanjian.
Kini, sang investor didampingi oleh kuasa hukum, dan proses dialog dengan Ajaib masih berlangsung. Bagi publik, kasus ini menjadi pengingat bahwa transparansi dalam teknologi harus berjalan seiring dengan komunikasi yang manusiawi dan tanggung jawab korporat.
Kasus Ajaib Sekuritas tidak berdiri sendiri. Di era digital saat ini, platform investasi tumbuh sangat pesat, dengan ribuan pengguna baru tiap bulannya. Namun pertumbuhan ini juga menuntut edukasi pengguna, antarmuka yang intuitif, dan fitur perlindungan ganda agar investor awam tidak tersesat dalam kompleksitas sistem yang mereka gunakan.
Bagi Ajaib, polemik ini adalah ujian sekaligus peluang. Bila mampu menunjukkan langkah-langkah transparan, mendengarkan suara penggunanya, dan menyempurnakan sistem verifikasi serta konfirmasi transaksi. Kepercayaan bisa pulih dan bahkan tumbuh lebih kuat dari sebelumnya.