Modal Asing Mulai Keluar dari Pasar Saham Indonesia

Nyata Nyata Fakta – Pekan pertama Juni 2025 menjadi sorotan bagi pelaku pasar Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI). Tercatat Modal Asing keluar (capital outflow) senilai Rp 4,48 triliun hanya dalam tiga hari perdagangan, yakni 2–4 Juni 2025. Fenomena ini bukan kejutan, melainkan lanjutan dari tren pelepasan investasi asing yang telah terjadi sejak awal tahun.

Dalam laporan tersebut, investor non-residen mencatat jual bersih pada instrumen saham sebesar Rp 3,98 triliun, serta pada Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI) senilai Rp 5,69 triliun. Di sisi lain, arus masuk dana asing masih tercatat positif di sektor Surat Berharga Negara (SBN) dengan nilai beli bersih mencapai Rp 5,19 triliun.

Kenapa Modal Asing Mulai Kabur?

Beberapa faktor utama menjadi penyebab utama dari tren pelepasan modal asing di pasar domestik:

1. Ketidakpastian Ekonomi Global
Kondisi geopolitik dunia, kekhawatiran akan pengetatan moneter lanjutan oleh The Fed, dan ketegangan dagang global mendorong investor global untuk mengurangi paparan risiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.

2. Sentimen Pasar terhadap Aset Berisiko
Instrumen seperti saham dan SRBI yang tergolong lebih sensitif terhadap perubahan global menjadi target pelepasan utama. Sebaliknya, instrumen jangka panjang dan relatif aman seperti SBN tetap menjadi pilihan karena dianggap lebih stabil.

3. Persepsi Pasar terhadap Situasi Domestik
Di tengah transisi politik pasca pemilu dan belum jelasnya arah kebijakan fiskal baru, sebagian investor memilih menahan diri atau menarik dana sambil menunggu kejelasan regulasi dan stimulus ekonomi.

Baca Juga : Tips Penting Sebelum Membeli Furniture untuk Rumah Baru

Dampak Langsung terhadap Pasar Keuangan Indonesia

Pergerakan modal ini tentu berdampak pada beberapa indikator utama di pasar keuangan:

  • Nilai tukar rupiah sempat menguat ke level Rp 16.250 per USD, namun tetap berfluktuasi akibat tekanan eksternal.
  • IHSG mengalami tekanan ringan, terutama di sektor saham yang berkaitan dengan konsumsi dan infrastruktur, yang sangat dipengaruhi oleh sentimen makro.
  • Yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun sedikit menurun ke angka 6,78%, menandakan masih adanya kepercayaan terhadap stabilitas fiskal dalam jangka menengah.

Meskipun terjadi outflow, indikator stabilitas seperti premi risiko CDS (Credit Default Swap) 5 tahun tetap relatif terjaga di kisaran 77 basis poin, menunjukkan bahwa risiko gagal bayar Indonesia masih dinilai rendah oleh investor internasional.

Respons Bank Indonesia dan Pemerintah

Bank Indonesia menegaskan bahwa kondisi ini masih dalam batas aman dan terkendali. Koordinasi antara BI, Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diperkuat untuk menjaga kepercayaan pasar.

Beberapa langkah responsif yang telah dilakukan antara lain:

  • Menjaga likuiditas valas melalui intervensi yang terukur.
  • Meningkatkan komunikasi pasar agar tidak terjadi panic selling.
  • Mendorong masuknya kembali modal asing ke sektor SBN melalui strategi yield yang menarik.

Baca Juga : Perang Dagang Antara AS–Tiongkok Memasuki Tahap Baru Negosiasi Dagang Senin Besok

Strategi Jangka Panjang: Daya Tarik Investasi Harus Ditingkatkan

Modal asing pada dasarnya bersifat sangat sensitif terhadap sentimen jangka pendek. Oleh karena itu, strategi pemerintah tidak cukup hanya dengan menjaga stabilitas jangka pendek, tetapi juga perlu menciptakan ekosistem investasi jangka panjang.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  • Kepastian regulasi dan konsistensi kebijakan ekonomi.
  • Percepatan reformasi birokrasi, terutama dalam proses perizinan dan pelaporan investasi.
  • Digitalisasi sektor keuangan dan perdagangan untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi.

Jika langkah-langkah ini dilakukan secara konsisten, Indonesia akan tetap menjadi destinasi investasi yang menarik di kawasan Asia Tenggara.

Menata Ulang Hubungan Investor dan Sektor Riil

Tren capital outflow bisa juga menjadi momentum untuk mengevaluasi kembali ketergantungan ekonomi terhadap modal portofolio. Di sisi lain, peningkatan investasi langsung (FDI) ke sektor manufaktur, teknologi, energi terbarukan, dan infrastruktur digital bisa memberikan efek jangka panjang yang lebih tahan terhadap fluktuasi global.

Pemerintah perlu lebih aktif dalam diplomasi ekonomi, menciptakan kemudahan berusaha, dan mengedepankan pembangunan berkelanjutan agar Indonesia bukan hanya menjadi tempat “parkir dana”, melainkan lokasi pertumbuhan ekonomi nyata yang mendatangkan manfaat untuk tenaga kerja dan industri lokal.

Similar Posts