Nyata Nyata Fakta – Peristiwa mengejutkan terjadi di Peru ketika Zetro Leonardo Purba, seorang staf KBRI Lima, menjadi korban penembakan oleh orang tak dikenal. Insiden itu terjadi pada Senin malam waktu setempat, 1 September 2025, saat Zetro tengah bersepeda bersama istrinya di kawasan Lince, tidak jauh dari kediaman mereka. Tembakan mengenai tubuhnya sebanyak tiga kali dan membuatnya terjatuh. Sang istri berhasil selamat, namun harus menyaksikan langsung kejadian mengerikan tersebut.
Korban sempat dilarikan ke Klinik Javier Prado, sebuah rumah sakit swasta di Lima, dengan harapan nyawanya dapat terselamatkan. Sayangnya, luka yang dideritanya terlalu parah sehingga dokter tidak mampu memberikan pertolongan lebih lanjut. Kabar kematian Zetro dengan cepat menyebar, menimbulkan duka mendalam tidak hanya di lingkungan KBRI, tetapi juga di kalangan diplomasi Indonesia.
Zetro Leonardo Purba bukanlah nama asing di lingkaran diplomasi Indonesia. Ia pernah bertugas di KJRI Melbourne, Australia, pada periode 2019 hingga 2022. Selama berada di sana, ia dipercaya sebagai Bendahara sekaligus Penata Kerumahtanggaan, posisi yang menuntut ketelitian tinggi. Setelah menyelesaikan masa penugasannya, ia kembali ke Jakarta untuk waktu singkat sebelum ditempatkan di Peru sekitar lima bulan lalu.
Di KBRI Lima, Zetro menjabat sebagai Penata Kanselerai Muda. Rekan-rekannya menggambarkan dirinya sebagai sosok yang ramah, disiplin, dan berdedikasi tinggi dalam pekerjaannya. Kepergiannya yang mendadak meninggalkan duka mendalam bagi istri dan tiga orang anak yang ditinggalkan. Kehilangan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa bertugas di luar negeri seringkali membawa risiko tinggi, terutama di negara-negara dengan tingkat kriminalitas yang cukup tinggi.
Hingga kini motif penembakan tersebut belum dapat dipastikan. Aparat kepolisian Peru masih melakukan penyelidikan intensif. Namun, muncul dugaan bahwa insiden itu berkaitan dengan tindak perampokan. Keterangan dari Wakil Menteri Luar Negeri mengindikasikan korban baru saja mengambil sejumlah uang dari ATM sebelum peristiwa terjadi. Hal ini membuka kemungkinan bahwa pelaku telah mengintai dan mengikuti korban.
Meski begitu, belum ada bukti kuat yang dapat memastikan teori tersebut. Penyelidikan terus berlangsung dengan melibatkan koordinasi antara kepolisian Peru dan pihak KBRI. Pemerintah Indonesia juga aktif mendorong agar otoritas setempat segera mengungkap kasus ini secara transparan demi memberikan kepastian hukum.
Baca Juga : Insiden Gas Air Mata di Kampus Unisba: Akademisi Kecam Tindakan Aparat
Kematian tragis seorang diplomat tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Menteri Luar Negeri RI segera menginstruksikan agar kasus ini diusut tuntas. Dubes RI untuk Peru, Ricky Suhendar, diminta untuk memantau secara langsung proses investigasi serta memastikan pemulangan jenazah berjalan dengan baik. Selain itu, pemerintah juga menyampaikan duka cita dan dukungan penuh kepada keluarga korban, termasuk komitmen membantu pendidikan ketiga anak almarhum.
Langkah cepat ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melindungi staf diplomatik yang ditempatkan di berbagai negara. Namun, di balik semua itu, tragedi ini juga membuka wacana penting mengenai perlunya peningkatan standar keamanan bagi diplomat, khususnya di wilayah dengan risiko kriminal tinggi.
Tragedi Staf KBRI di Peru menuai reaksi keras dari anggota DPR, khususnya Komisi I yang membidangi hubungan luar negeri. Wakil Ketua Komisi I, Anton Sukartono Suratto, menegaskan bahwa peristiwa ini harus menjadi momentum untuk mengevaluasi standar operasional prosedur (SOP) keamanan seluruh perwakilan RI di luar negeri. Menurutnya, tidak cukup hanya mengandalkan perlindungan dari otoritas negara setempat.
Beberapa poin penting yang didorong oleh legislator meliputi:
Langkah-langkah tersebut diyakini dapat mengurangi kerentanan diplomat Indonesia terhadap ancaman eksternal yang sulit diprediksi.
Simak Juga : Kampus Unisba Ditembaki Gas Air Mata, Relawan Medis Ikut Terimbas!
Peristiwa yang menimpa Zetro bukan hanya sebuah tragedi personal, melainkan juga pelajaran berharga bagi dunia diplomasi Indonesia. Perlindungan terhadap para Staf KBRI di Peru harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar formalitas administratif. Dalam era global yang penuh ketidakpastian, diplomat tidak hanya berhadapan dengan tantangan politik, tetapi juga risiko kriminalitas di negara tempat mereka ditugaskan.
Jika evaluasi SOP benar-benar dijalankan dan perlindungan menyeluruh diberikan, maka tragedi serupa diharapkan tidak terulang kembali. Kasus Zetro dapat menjadi titik balik dalam memperkuat sistem keamanan diplomatik Indonesia, sekaligus bentuk penghormatan terakhir bagi pengabdian seorang staf yang meninggalkan keluarga dan tanah airnya demi tugas negara.