Nyata Nyata Fakta – Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali menunjukkan geliat yang menjanjikan di kuartal kedua tahun 2025. Hingga awal Mei, tercatat sebanyak 30 perusahaan tengah berada dalam antrean untuk melantai di pasar modal melalui skema penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO). Data terbaru menunjukkan bahwa dari total tersebut, sepuluh perusahaan masuk dalam kategori aset besar atau beraset di atas Rp250 miliar. Hal ini menandakan bahwa gelombang IPO kali ini bukan hanya berasal dari pelaku usaha kecil menengah, melainkan juga dari korporasi raksasa yang siap menyerap dana publik dalam jumlah besar.
Fenomena ini memberikan angin segar bagi investor dan pelaku pasar modal. Sekaligus mengindikasikan bahwa kepercayaan terhadap mekanisme penghimpunan dana publik semakin membaik pascapandemi. Antrean IPO ini menjadi barometer optimisme di sektor keuangan. Di mana BEI tak hanya menjadi sarana pembiayaan, tetapi juga platform ekspansi yang menjanjikan bagi berbagai lini industri.
Kehadiran perusahaan besar dalam pipeline IPO juga menunjukkan bahwa regulasi dan kesiapan pasar saat ini dianggap cukup kondusif bagi ekspansi lewat pasar modal terbuka. Para emiten potensial ini diyakini telah mempersiapkan diri secara matang. Mulai dari aspek laporan keuangan hingga pemenuhan aspek tata kelola perusahaan yang baik.
“Baca Juga: Mengapa Kemampuan Mendengarkan itu Penting dalam Dunia Kerja”
Menariknya, sebaran sektor dari 30 perusahaan yang tengah mempersiapkan IPO cukup beragam, mencerminkan luasnya minat pelaku industri terhadap akses modal publik. Sektor consumer non-siklikal menjadi penyumbang terbanyak dengan lima perusahaan. Diikuti oleh sektor konsumer siklikal dan sektor keuangan, masing-masing dengan empat perusahaan. Ini menegaskan bahwa sektor konsumsi domestik masih memiliki daya tarik tinggi dan diyakini mampu tumbuh beriringan dengan daya beli masyarakat yang mulai pulih.
Sektor lainnya yang turut ambil bagian adalah energi, perawatan kesehatan, transportasi dan logistik, industri, teknologi, hingga infrastruktur. Keikutsertaan perusahaan di sektor teknologi dan kesehatan juga menunjukkan penyesuaian arah bisnis terhadap tren global. Terutama dalam konteks transformasi digital dan kebutuhan layanan medis yang terus meningkat.
Meski tidak ada perusahaan dari sektor properti dan real estat dalam daftar antrean, hal ini bukan berarti sektor tersebut kehilangan momentum. Bisa jadi, pelaku usaha properti masih memilih pendekatan pendanaan lain sembari memantau kondisi suku bunga dan regulasi lahan.
Dari segi skala aset, Bursa Efek Indonesia membagi perusahaan yang antre IPO ke dalam tiga kategori. Sepuluh di antaranya tergolong beraset besar, yakni memiliki aset di atas Rp250 miliar. Selanjutnya, 17 perusahaan berada dalam kategori menengah dengan aset antara Rp50 hingga Rp250 miliar, sementara tiga sisanya diklasifikasikan sebagai perusahaan beraset kecil.
Komposisi ini menunjukkan bahwa minat untuk IPO kini tidak hanya datang dari perusahaan kecil yang mencari eksposur dan pendanaan tambahan. Tetapi juga dari perusahaan mapan yang ingin memperluas pasar dan memperkuat struktur permodalannya. Perusahaan beraset besar cenderung telah memiliki rekam jejak bisnis dan keuangan yang solid, sehingga peluang menarik minat investor institusional lebih besar.
“Baca Juga: Inovasi Digital Bank Mandiri Terus Bertumbuh, Dorong Akses Keuangan Semakin Merata”
Sepanjang tahun 2025 hingga awal Mei, BEI mencatat telah ada 13 perusahaan yang sukses mencatatkan sahamnya di bursa. Dari IPO tersebut, dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp6,94 triliun. Ini menjadi indikasi bahwa investor masih memiliki minat tinggi terhadap instrumen saham primer, meski dinamika ekonomi global masih bergerak fluktuatif.
Selain pasar saham, sektor obligasi dan sukuk juga menunjukkan perkembangan menggembirakan. Tercatat, telah ada 44 emisi dari 31 penerbit efek bersifat utang dan sukuk (EBUS), dengan nilai penghimpunan dana yang mencapai Rp57,4 triliun. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan memiliki banyak pilihan dalam hal mekanisme pendanaan, baik melalui instrumen ekuitas maupun surat utang.
Secara keseluruhan, kombinasi antara pertumbuhan jumlah emiten, keberagaman sektor, dan peningkatan volume dana yang dihimpun memperkuat posisi Bursa Efek Indonesia sebagai pusat intermediasi keuangan nasional yang semakin solid. Pasar modal Indonesia tidak hanya menjadi tempat jual beli saham, tetapi juga sarana vital untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh.
Masuknya perusahaan besar dalam pipeline IPO tidak hanya memberi pengaruh pada dinamika pasar modal, tetapi juga berpotensi menumbuhkan ekonomi secara langsung. Dengan tambahan modal dari publik, perusahaan bisa meningkatkan kapasitas produksi, memperluas jaringan distribusi, hingga merekrut lebih banyak tenaga kerja.
Efek domino dari proses IPO ini juga dirasakan oleh sektor perbankan, industri konsultan, jasa hukum, hingga media. Pasar modal menjadi ekosistem ekonomi tersendiri yang melibatkan banyak pihak dalam proses pra dan pasca pencatatan saham.
Dengan tren positif ini, diharapkan lebih banyak perusahaan dalam negeri yang terinspirasi untuk menempuh jalur IPO sebagai strategi pertumbuhan berkelanjutan. Pemerintah dan otoritas keuangan juga diharapkan terus mendorong kebijakan yang mendukung kemudahan akses perusahaan lokal ke pasar modal.