Nyata Nyata Fakta – Bank Indonesia (BI) akhirnya memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen. Ini merupakan langkah pelonggaran pertama setelah tiga bulan mempertahankan suku bunga pada level sebelumnya. Keputusan ini menjadi sinyal bahwa BI mulai membuka ruang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.
Penurunan suku bunga ini dinilai sebagai kebijakan yang proaktif. Di tengah tekanan eksternal seperti ketegangan perdagangan global. Kenaikan tarif impor dari Amerika Serikat, serta potensi perlambatan ekonomi dunia. BI berupaya menjaga momentum pertumbuhan dalam negeri tanpa mengabaikan stabilitas nilai tukar rupiah.
Gubernur BI menyatakan bahwa kebijakan ini didasarkan pada ekspektasi inflasi yang tetap terkendali dalam jangka menengah. Dengan perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang rendah dan stabil, ruang untuk pelonggaran moneter terbuka lebih lebar. Ini merupakan bentuk komitmen BI dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas makroekonomi.
Baca Juga : Strategi Jitu Lulus SNBT 2025: Belajar Cerdas, Bukan Keras
Salah satu perhatian utama dalam penyesuaian kebijakan moneter adalah respons nilai tukar rupiah. Sejak mengalami tekanan hebat dan menyentuh titik terendah pada April 2025, rupiah telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan signifikan. Mata uang Garuda berhasil rebound lebih dari 3 persen setelah sebelumnya anjlok akibat kekhawatiran pasar terhadap kondisi ekonomi global.
Kombinasi intervensi langsung BI di pasar valas, serta membaiknya sentimen global, turut memperkuat posisi rupiah. Dengan tren pemulihan ini, pasar menilai bahwa ruang pelonggaran suku bunga tidak akan mengganggu stabilitas moneter secara keseluruhan.
Meski demikian, BI tetap menegaskan akan terus memantau kondisi eksternal dan siap mengambil langkah lanjutan jika diperlukan. Penguatan cadangan devisa dan sinergi kebijakan fiskal juga menjadi faktor pendukung dalam menjaga ketahanan sistem keuangan Indonesia di tengah guncangan global.
Meskipun langkah pelonggaran ini disambut positif, tantangan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup besar. Pada kuartal pertama 2025, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat hanya 4,87 persen angka terendah dalam lebih dari tiga tahun terakhir. Hal ini mendorong BI untuk merevisi proyeksi pertumbuhan tahunan menjadi 4,6 hingga 5,4 persen. Sedikit di bawah target pemerintah yang berada di kisaran 5,2 persen.
Sejumlah analis bahkan menilai bahwa pencapaian target pertumbuhan tersebut akan sulit direalisasikan jika ketidakpastian global terus membayangi. Terutama terkait arus perdagangan dan investasi dalam jangka panjang. Lembaga pemeringkat seperti Fitch Ratings menyampaikan bahwa tekanan terhadap neraca dagang dan konsumsi domestik perlu diwaspadai sebagai hambatan utama dalam mempercepat pemulihan.
Pemerintah sendiri, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, tetap menaruh ambisi besar terhadap pertumbuhan jangka panjang. Target pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen pada tahun 2029 masih menjadi arah utama kebijakan ekonomi nasional, meski membutuhkan reformasi struktural dan percepatan investasi dalam negeri yang signifikan.
Simak Juga : Kabar Gembira dari SPBU: Harga Pertamax Turun Jadi Rp 12.100 Mulai 1 Juni 2025
Alih-alih menutup artikel ini dengan kesimpulan, perlu disorot bagaimana penurunan suku bunga ini seharusnya berdampak pada sektor riil. Pelaku usaha di sektor manufaktur, perdagangan, dan jasa diperkirakan akan mulai merasakan efek positif dari penurunan biaya pinjaman. Dengan suku bunga yang lebih rendah, perbankan memiliki insentif lebih besar untuk menyalurkan kredit produktif, terutama bagi UMKM dan sektor padat karya.
Indikasi awal menunjukkan bahwa permintaan kredit masih cukup lemah, namun dengan kombinasi pelonggaran moneter dan insentif fiskal, pemulihan bisa berlangsung lebih cepat. BI juga telah menekankan pentingnya inklusi keuangan dalam menjaga daya beli dan memperkuat konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional.