Nyata Nyata Fakta – Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali mencuat ke permukaan setelah Donald Trump menyuarakan rencana tarif impor hingga 145 persen terhadap produk asal Tiongkok. Langkah ini menjadi bagian dari strategi kampanye politiknya menjelang pemilu presiden AS 2025, namun dampaknya dirasakan jauh melampaui batas negara.
Wacana ini langsung memicu kekhawatiran global, mengingat perang tarif dagang serupa pernah terjadi pada periode 2018–2019 dan menyebabkan perlambatan ekonomi dunia serta terganggunya rantai pasok global.
Konflik tarif seperti ini tidak hanya menimbulkan dampak bilateral, melainkan multilateral. Kenaikan tarif terhadap produk dari Tiongkok membuat biaya produksi naik di banyak negara karena:
Perusahaan multinasional yang bergantung pada China kemungkinan besar akan mempertimbangkan untuk merelokasi basis produksinya. Namun transisi ini membutuhkan waktu dan biaya tinggi, sehingga dalam jangka pendek akan muncul ketidakpastian serta potensi perlambatan ekonomi di berbagai wilayah.
“Baca Juga: Serverless Hosting Kini Jadi Pilihan Utama Developer Aplikasi Ringan”
Indonesia memiliki hubungan dagang yang sangat erat dengan baik Amerika Serikat maupun Tiongkok. Ketika dua negara ini berseteru, Indonesia berisiko mengalami dampak dari dua arah sekaligus:
Selain itu, sentimen negatif global akibat ketegangan ini bisa memicu keluarnya modal asing dari pasar Indonesia. Hal ini dapat menekan nilai tukar rupiah dan mengganggu stabilitas ekonomi nasional, terutama sektor keuangan dan ekspor-impor.
Alih-alih hanya bersikap defensif, situasi ini bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengambil peran lebih besar di ekonomi kawasan. Beberapa strategi yang perlu diperkuat antara lain:
Otoritas dan pelaku pasar mengimbau agar investor tidak tergesa-gesa mengambil keputusan berdasarkan gejolak jangka pendek. Dalam menghadapi potensi ketidakstabilan global seperti ini, investor perlu:
Panic selling hanya akan memperbesar tekanan di pasar modal dan merugikan investor itu sendiri.
Tahun 2025 tampaknya akan menjadi tahun penting dalam sejarah ekonomi global. Selain karena agenda politik besar seperti pemilu AS, dunia juga masih berjuang menyeimbangkan pemulihan pascapandemi dan tekanan inflasi. Jika perang tarif benar-benar terjadi, maka tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi dunia akan meningkat secara signifikan.
Bagi Indonesia, kesiapan dalam menghadapi perubahan global akan menjadi penentu apakah negara ini bisa keluar sebagai pihak yang dirugikan atau justru menjadi pemenang dari perubahan arah ekonomi dunia.