Nyata Nyata Fakta – Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali menjadi sorotan dunia, terutama setelah mantan Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan baru terkait tarif impor. Kali ini, Trump mengejutkan pasar dengan membebaskan sejumlah produk teknologi dari skema tarif resiprokal yang sebelumnya diberlakukan secara ketat. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah strategis untuk meredam tekanan ekonomi domestik sekaligus mempertahankan posisinya dalam perang dagang.
Produk-produk yang dikecualikan dari tarif termasuk ponsel pintar, komputer, chip semikonduktor, panel surya, layar datar, hingga flash drive dan kartu memori. Keputusan ini pun menuai reaksi beragam dari pelaku industri, investor, hingga pengamat geopolitik.
Dalam keputusan terbarunya, Trump menghapus tarif resiprokal untuk sejumlah barang elektronik dan teknologi digital yang sangat penting bagi rantai pasok global dan kebutuhan domestik. Berikut adalah tiga kelompok barang utama yang dikecualikan dari beban tarif tersebut:
Dengan menghapus tarif dari ketiga kategori ini, pemerintah AS berharap dapat menjaga kelangsungan industri teknologi domestik. Serta menahan laju inflasi yang mungkin timbul dari biaya produksi yang melonjak.
“Baca Juga: Melatih Anak Mandiri Lewat Tugas Rumah: Apa yang Bisa Mereka Lakukan di Usia Tertentu?”
Selama beberapa tahun terakhir, sektor teknologi telah menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Amerika Serikat. Raksasa teknologi seperti Apple, Intel, dan NVIDIA sangat bergantung pada rantai pasokan global, termasuk manufaktur di Tiongkok. Ketika Trump memberlakukan tarif resiprokal hingga 145% terhadap berbagai barang dari Tiongkok. Banyak perusahaan teknologi khawatir akan dampaknya terhadap harga jual, margin keuntungan, dan stabilitas bisnis mereka.
Penerapan tarif tersebut berisiko meningkatkan biaya produksi secara signifikan. Produk konsumen seperti iPhone, MacBook, dan perangkat wearable dapat mengalami lonjakan harga yang pada akhirnya dibebankan kepada konsumen. Hal ini tentu berpotensi menekan daya beli dan memperlambat pertumbuhan konsumsi domestik.
Kebijakan pembebasan tarif yang dikeluarkan kemudian oleh Trump dipandang sebagai bentuk pengakuan atas ketergantungan industri teknologi terhadap ekosistem global. Ia mungkin berusaha menunjukkan bahwa meski ingin bersikap keras terhadap Tiongkok, ia tidak ingin merusak basis ekonomi dalam negeri secara menyeluruh.
Langkah awal Trump dalam meningkatkan tarif telah menimbulkan kekacauan di pasar saham, terutama di sektor teknologi. Kapitalisasi pasar Apple anjlok hingga USD 640 miliar dalam waktu singkat. Indeks S&P 500 juga mengalami penurunan lebih dari 5% setelah pengumuman tarif resiprokal diberlakukan.
Investor merespons dengan kepanikan terhadap kemungkinan spiral negatif yang dipicu oleh perang dagang berkepanjangan. Ketidakpastian kebijakan, prospek inflasi akibat naiknya harga barang impor, serta potensi pelemahan pertumbuhan global turut memperburuk sentimen pasar.
Dengan membebaskan produk-produk teknologi dari tarif tambahan, Trump tampaknya ingin memberi sinyal kepada pasar bahwa ada ruang fleksibilitas dalam pendekatannya. Langkah ini dipandang sebagai upaya meredam gejolak, menenangkan investor, dan menghindari jatuhnya pasar ke titik krusial menjelang periode pemilu.
Tiongkok tak tinggal diam. Dalam respons cepat, Negeri Tirai Bambu menaikkan tarif impor atas barang-barang dari Amerika Serikat menjadi 125%. Kenaikan ini bersifat menyeluruh dan diarahkan sebagai bentuk tekanan balik terhadap kebijakan proteksionis Washington.
Perang dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar dunia ini sudah berlangsung sejak 2018, dan dampaknya dirasakan di berbagai sektor global—dari otomotif, pertanian, hingga semikonduktor. Ketegangan terbaru memperlihatkan bahwa meski ada celah kompromi di sektor teknologi, perseteruan di lini lainnya masih terus memanas.
Banyak pengamat melihat bahwa kedua negara tengah memainkan strategi tarik-ulur, di mana sikap keras hanya digunakan sebagai alat negosiasi untuk memperoleh keunggulan dalam perjanjian dagang yang lebih besar.
Keputusan untuk mengecualikan produk teknologi dari tarif resiprokal menunjukkan bahwa sektor ini merupakan titik krusial yang sangat dijaga oleh pemerintah AS. Ketergantungan konsumen terhadap perangkat elektronik, serta keterhubungan rantai pasok antara AS dan Tiongkok, membuat sektor ini sangat sensitif terhadap kebijakan dagang yang agresif.
Sementara itu, ketegangan juga mempercepat pergeseran strategi perusahaan teknologi global. Banyak dari mereka kini mulai mengeksplorasi alternatif produksi di luar Tiongkok—seperti Vietnam, India, dan Meksiko untuk mengurangi risiko kebijakan dagang yang tak terduga.
Namun langkah ini memerlukan waktu dan investasi yang besar. Dalam jangka pendek, ketergantungan terhadap Tiongkok masih sulit untuk diputuskan secara total, dan hal inilah yang menjadi pertimbangan utama dalam keputusan Trump untuk mencabut tarif pada produk teknologi.
Jika dilihat dari kacamata politik, kebijakan ini juga mencerminkan dinamika menuju pemilu. Trump, yang tengah membangun kembali basis dukungannya, tampaknya ingin tampil sebagai pemimpin tegas terhadap Tiongkok, namun tetap peduli pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional.
Langkah kompromistis seperti ini memberi ruang manuver yang lebih luas untuk menjaga citra di hadapan pelaku bisnis sekaligus mempertahankan narasi nasionalisme ekonomi. Namun seberapa lama keseimbangan ini bisa dipertahankan, masih menjadi pertanyaan besar di tengah tensi dagang yang belum sepenuhnya reda.